Rabu, 17 Oktober 2012

Seni Budaya dan Budaya Korupsi

Oleh Junaidi
Kader HMI Adab. Tulisan ini dimuat di Harian Bhirawa, Rabu 10 Oktober 2012.

Seni menurut kamus ilmiah populer merupakan karya cipta yang dihasilkan oleh unsur rasa. Antara seni dan budaya merupakan dua unsur yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Budaya muncul dengan adanya seni, seni bertahan dengan adanya budaya. Budaya merupakan seni yang dihasilkan oleh manusia dalam bentuk perilaku dan tindakan-tindakan tertentu. Dengan adanya budaya yang dihasilkan, manusia bisa dikenal karakteristiknya dalam kehidupan sosial. Budayalah yang menentukan manusia itu berasal dari daerah mana asal suatu bangsa. Dengan budaya pula kehidupan akan berlangsung dengan baik.

Satu-satunya Negara di dunia yang dikenal dengan seni dan budayanya adalah Indonesia. Indonesia merupakan Negara kepulauan sehingga banyak ras, etnis, dan kultur yang berbeda-beda sehingga dengan banyak perbedaan itu muncul budaya yang berbeda pula dan menarik perhatian dari berbagai negara. Jawa, Bali, dan Madura merupakan daerah yang memiliki banyak tradisi dan budaya di Indonesia. Indonesia terkenal dengan sebutan Negara multikultural. Dari Sabang hingga Merauke keadaan alam dan penduduknya sangat unik dan menghasilkan budaya yang berbeda pula.

Seni yang berkembang menjadi budaya di Indonesia seperti berbagai macam tari-tarian khas suatu daerah dan berbagai macam kegiatan masyarakat yang diminati dari hasil keinginannya. Reog ponorogo, kerapan sapi merupakan hasil seni dari anak bangsa Indonesia yang perlu dipertahankan secara nasional bahkan internasionalpun harus diobsesikan. Tapi mampukah budaya dan tradisi asli akan bertahan lama dengan datnagnya budaya baru pada masa modern sekarang ini?


Indonesia dikenal dengan banyaknya budaya dan tradisi yang berkembang dalam diri penghuninya. Hingga pada akhir-akhir ini Indonesia memiliki budaya yang tidak baik dan merugikan terhadap perkembangan anak bangsanya sendiri. Mempelajari seni dan budaya agar tetap bertahan sesuai dengan kedudukannya di masyarkat sangat urgen dilakukan. Akan tetapi mempertahankan budaya yang bisa membawa kapada merosotnya kehidupan bangsa harus ditekan sedemikian kuatnya dengan menahan arus laju perkembangannya.

Apakah perlu kita mempertahankan budaya yang tidak baik di Indonesia? Pertanyaan yang cukup memang membingungkan, namun jawabannya gampang, tentu tidak. Akan tetapi kita harus memahami terlebih dahulu akar permasalahan dari budaya yang tidak baik itu. Korupsi di Indonesia sudah mulai dianggap budaya birokrat. Karena korupsi memang merupakan hal yang dianggap harus dan wajib bagi warga Indonesia.

Dilemasi Korupsi

Berbeda dengan Negara-negara yang sudah maju aturan negara kita, yaitu wajib korupsi. Sedangkan Negara lain yang sudah berkembang dan maju sudah menerapkan wajib militer, Indonesia masih sibuk dengan mengurus kasus-kasus korupsi. Indonesia menghadapi penjajahan secara terang-terangan tidak akan mampu menghadapi militer yang sudah terlatih kuat dari Negara lain. Apalagi berperang, sangat ironis sekali jika Indonesia mengatakan berani berperang membela tanah air yang hanya berkekuatan dengan pasukan para koruptor.

Sebagai sebuah sistem pengetahuan, proses terbentuknya kesadaran korupsi berjalan melalui mekanisme reproduksi budaya yang berlangsung lama dan bertahap, yang pada satu titik tertentu membuncah menyentuh kesadaran eksistensi kedirian masyarkat-bangsa ini. Seolah-olah asumsi, tidak ada cara lain menjadi warga Negara RI selain melalui korupsi (to be an Indonesian means to corrupt) (Wacana, 2004).

Selain korupsi menjadi budaya internasional, korupsi juga menjadi pilar berdirinya bangsa Indonesia. Jika ingin menjadi bangsa atau warga Negara Indonesia kita harus korupsi. Dalam sejarah budaya korupsi, Indonesia menduduki peringkat pertama dari pada Negara-negara di dunia. Naïf sekali kisah budaya di Indonesia ini, jika kita mengaca dari banyaknnya budaya korupsi akhir-akhir ini. Mengapa harus korupsi yang menjadi tolok ukur warga Negara Indonesia? Padahal Indonesia sudah memiliki pancasila sebagai pijakan untuk menjadi waga Negaranya.

Sudah menajdi cerminan yang cukup begitu terang pada diri kita bahwa korupsi itu berkembang dari kebiasaan kita sehari-hari yang tidak disadari. Seorang anak disuruh membeli sebungkus rokok yang kira-kira harganya Rp. 4700, namun setelah di toko uang kembalian itu tidak diberi dengan kembalian uang, akan tetapi diberi permen sebagai ganti uang Rp. 300 yang tertahan. Ini sebenarnya budaya korupsi dari hal-hal yang nantinya memiliki laju lebih cepat dan rentan mengakar kuat pada kebiasaan anak bangsa Indonesia.

Budaya korupsi yang berasal dari hal-hal yang kecil itulah harus terlebih dahulu tidak dibiasakan dan tidak diajarkan kepada generasi kita. Jika kebiasaan korupsi kacil terus mengakar dan menjadi seni dalam segala urusan hidup sehari-hari, maka budaya korupsi di Indonesia akan bertahan lama dan pada akhirnya juga mendapat peresmian Negara yang berbuadya korupsi se dunia. Alangkah malunya negeri kita ini jika tercatat sebagai negar terkorup. Padahal sejak dahulu Negara kita dikenal dengan sebutan Negara multikultural yang baik dan unik, namun untuk saat ini menjadi Negara multikorupsi yang meresahkan perkembangan ekonomi.

Seni yang yang bisa menghasilkan budaya korupsi harus tidak dibiasakansejak dini. Memang belakangan ini banyak kasus korupsi yang tidak tertekan lagi laju perkembangannya, seperti kasus rekening gendut yang dimiliki oleh CPNS muda. Itu merupakan benih-benih koruptor Negara yang akan tumbuh berlipat ganda jika terus dibiarkan. Sangat mengherankan jika usia muda sudah memiliki kekayaan yang melebihi dari gaji sebagai PNS sebagaimana mestinya.

Sebelum kita terlalu fokus pada pemberantasan kasus korupsi terlabih dahulu kita harus mencabut dan menumpas benih-benih yang mulai bermunculan. Dengan demikian, angka korupsi yang akan menjalar akan mendapat kendala sehingga tidak bisa berkembang lagi menjadi budaya yang membahayakan kehidupan nusantara. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar