Oleh
Junaidi
Kader HMI Adab. Tulisan ini dimuat di
Harian Bhirawa, Rabu 10 Oktober 2012.
Seni
menurut kamus ilmiah populer merupakan karya cipta yang dihasilkan oleh unsur
rasa. Antara seni dan budaya merupakan dua unsur yang tidak dapat dipisahkan
satu sama lain. Budaya muncul dengan adanya seni, seni bertahan dengan adanya
budaya. Budaya merupakan seni yang dihasilkan oleh manusia dalam bentuk
perilaku dan tindakan-tindakan tertentu. Dengan adanya budaya yang dihasilkan,
manusia bisa dikenal karakteristiknya dalam kehidupan sosial. Budayalah yang
menentukan manusia itu berasal dari daerah mana asal suatu bangsa. Dengan
budaya pula kehidupan akan berlangsung dengan baik.
Satu-satunya
Negara di dunia yang dikenal dengan seni dan budayanya adalah Indonesia.
Indonesia merupakan Negara kepulauan sehingga banyak ras, etnis, dan kultur
yang berbeda-beda sehingga dengan banyak perbedaan itu muncul budaya yang
berbeda pula dan menarik perhatian dari berbagai negara. Jawa, Bali, dan Madura
merupakan daerah yang memiliki banyak tradisi dan budaya di Indonesia.
Indonesia terkenal dengan sebutan Negara multikultural. Dari Sabang hingga
Merauke keadaan alam dan penduduknya sangat unik dan menghasilkan budaya yang
berbeda pula.
Seni
yang berkembang menjadi budaya di Indonesia seperti berbagai macam tari-tarian
khas suatu daerah dan berbagai macam kegiatan masyarakat yang diminati dari
hasil keinginannya. Reog ponorogo, kerapan sapi merupakan hasil seni dari anak
bangsa Indonesia yang perlu dipertahankan secara nasional bahkan
internasionalpun harus diobsesikan. Tapi mampukah budaya dan tradisi asli akan
bertahan lama dengan datnagnya budaya baru pada masa modern sekarang ini?
Indonesia
dikenal dengan banyaknya budaya dan tradisi yang berkembang dalam diri
penghuninya. Hingga pada akhir-akhir ini Indonesia memiliki budaya yang tidak
baik dan merugikan terhadap perkembangan anak bangsanya sendiri. Mempelajari
seni dan budaya agar tetap bertahan sesuai dengan kedudukannya di masyarkat
sangat urgen dilakukan. Akan tetapi mempertahankan budaya yang bisa membawa
kapada merosotnya kehidupan bangsa harus ditekan sedemikian kuatnya dengan
menahan arus laju perkembangannya.
Apakah
perlu kita mempertahankan budaya yang tidak baik di Indonesia? Pertanyaan yang
cukup memang membingungkan, namun jawabannya gampang, tentu tidak. Akan tetapi
kita harus memahami terlebih dahulu akar permasalahan dari budaya yang tidak
baik itu. Korupsi di Indonesia sudah mulai dianggap budaya birokrat. Karena
korupsi memang merupakan hal yang dianggap harus dan wajib bagi warga
Indonesia.
Dilemasi Korupsi
Berbeda
dengan Negara-negara yang sudah maju aturan negara kita, yaitu wajib korupsi.
Sedangkan Negara lain yang sudah berkembang dan maju sudah menerapkan wajib
militer, Indonesia masih sibuk dengan mengurus kasus-kasus korupsi. Indonesia
menghadapi penjajahan secara terang-terangan tidak akan mampu menghadapi
militer yang sudah terlatih kuat dari Negara lain. Apalagi berperang, sangat
ironis sekali jika Indonesia mengatakan berani berperang membela tanah air yang
hanya berkekuatan dengan pasukan para koruptor.
Sebagai
sebuah sistem pengetahuan, proses terbentuknya kesadaran korupsi berjalan
melalui mekanisme reproduksi budaya yang berlangsung lama dan bertahap, yang
pada satu titik tertentu membuncah menyentuh kesadaran eksistensi kedirian
masyarkat-bangsa ini. Seolah-olah asumsi, tidak ada cara lain menjadi warga
Negara RI selain melalui korupsi (to be an Indonesian means to corrupt)
(Wacana, 2004).
Selain
korupsi menjadi budaya internasional, korupsi juga menjadi pilar berdirinya
bangsa Indonesia. Jika ingin menjadi bangsa atau warga Negara Indonesia kita
harus korupsi. Dalam sejarah budaya korupsi, Indonesia menduduki peringkat
pertama dari pada Negara-negara di dunia. Naïf sekali kisah budaya di Indonesia
ini, jika kita mengaca dari banyaknnya budaya korupsi akhir-akhir ini. Mengapa
harus korupsi yang menjadi tolok ukur warga Negara Indonesia? Padahal Indonesia
sudah memiliki pancasila sebagai pijakan untuk menjadi waga Negaranya.
Sudah
menajdi cerminan yang cukup begitu terang pada diri kita bahwa korupsi itu
berkembang dari kebiasaan kita sehari-hari yang tidak disadari. Seorang anak
disuruh membeli sebungkus rokok yang kira-kira harganya Rp. 4700, namun setelah
di toko uang kembalian itu tidak diberi dengan kembalian uang, akan tetapi
diberi permen sebagai ganti uang Rp. 300 yang tertahan. Ini sebenarnya budaya
korupsi dari hal-hal yang nantinya memiliki laju lebih cepat dan rentan
mengakar kuat pada kebiasaan anak bangsa Indonesia.
Budaya
korupsi yang berasal dari hal-hal yang kecil itulah harus terlebih dahulu tidak
dibiasakan dan tidak diajarkan kepada generasi kita. Jika kebiasaan korupsi
kacil terus mengakar dan menjadi seni dalam segala urusan hidup sehari-hari,
maka budaya korupsi di Indonesia akan bertahan lama dan pada akhirnya juga
mendapat peresmian Negara yang berbuadya korupsi se dunia. Alangkah malunya
negeri kita ini jika tercatat sebagai negar terkorup. Padahal sejak dahulu
Negara kita dikenal dengan sebutan Negara multikultural yang baik dan unik,
namun untuk saat ini menjadi Negara multikorupsi yang meresahkan perkembangan
ekonomi.
Seni
yang yang bisa menghasilkan budaya korupsi harus tidak dibiasakansejak dini.
Memang belakangan ini banyak kasus korupsi yang tidak tertekan lagi laju
perkembangannya, seperti kasus rekening gendut yang dimiliki oleh CPNS muda.
Itu merupakan benih-benih koruptor Negara yang akan tumbuh berlipat ganda jika
terus dibiarkan. Sangat mengherankan jika usia muda sudah memiliki kekayaan
yang melebihi dari gaji sebagai PNS sebagaimana mestinya.
Sebelum
kita terlalu fokus pada pemberantasan kasus korupsi terlabih dahulu kita harus
mencabut dan menumpas benih-benih yang mulai bermunculan. Dengan demikian,
angka korupsi yang akan menjalar akan mendapat kendala sehingga tidak bisa
berkembang lagi menjadi budaya yang membahayakan kehidupan nusantara. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar